Ada banyak kesempatan para ahli tidak menemukan kesepakatan tentang
sebuah perilaku wajar atau tidak, normal atau abnormal. Hal tersebut karena
pendekatan yang mereka gunakan tidak sama. Berikut ini sejumlah pendekatan
dalam melihat abnormalitas:
1. Pendekatan Sosial-Budaya
Sebagaimana diketahui bahwa setiap masyarakat memiliki nilai-nilai
dan buadaya tertentu. Nilai-nilai dalam budaya tersebut yang mendasari perilaku
masyarakat. Jika ada anggota masyarakat yang tidak berperilaku sesuai dengan
nilai-nilai budaya yang ada, maka ia akan dianggap melakukan penyimpangan atau
berperilaku abnormal. Di sisi lain, menurut suatu budaya, sebuah perilaku bisa
saja dianggap wajar, biasa, normal tetapi di budaya lain dianggap sebagai
abnormal. Dengan demikian, pendekatan ini tidak bisa digunakan secara tunggal
dalam melihat abnormalitas.
2. Pendekatan Statistik
Di dalam ilmu statistik, ada istilah persebaran data. Data-data
tersebut akan tersebar sehingga ada nilai rata-rata. Secara statistik, perilaku
normal adalah perilaku yang rata-rata dilakukan oleh sebuah populasi. Selain
itu berarti dianggap sebagai abnormal. Dengan kata lain, dalam sebuah
masyarakat, suatu perilaku dikatakan normal ketika perilaku tersebut dilakukan
kebanyakan dari anggota masyarakat tersebut. Orang yang tidak minum-minuman
keras bisa dianggap abnormal dalam pendekatan statistik ketika sebagian besar
anggota masyarakatnya adalah pemabuk. Jika
dicermati, maka pendekatan ini tidak bisa digunakan secara tunggal dalam
melihat abnormalitas.
3. Pendekatan Medis
Pendekatan medis melihat normal dan abnormal berdasarkan
keberfungsian. Sebuah organ dikatakan normal ketika bisa berfungsi dengan baik
dan organ dipandang abnormal ketika tidak berfungsi dengan baik. Demikian pula
dalam konteks perilaku, seseorang dikatakan normal ketika ia bisa menjalankan
perannya secara baik dalam kehidupan. Mereka yang tidak bisa menjalankan fungsi
perannya secara baik dikatakan sebagai abnormal. Dengan mencermati hal
tersebut, tampak bahwa pendekatan inilah yang paling banyak digunakan dalam
patologi dan kesehatan mental.
4. Pendekatan Belajar
Pendekatan belajar banyak dikembangkan oleh psikologi
behaviorisme. Mereka berpandangan bahwa perilaku menyimpang atau abnormal
terjadi karena proses belajar yang salah. Ketika seseorang berhadapan dengan
kondisi yang menekan, membuatnya stres, bukannya melakukan perilaku yang
membuat sumber stres hilang tetapi melakukan perilaku yang justru membuat
resiko stres semakin tinggi, maka di saat itulah ia melakukan kesalahan
belajar. Abnormalitas dipandang sebagai hasil belajar. Dengan demikian, untuk
mengubahnya juga harus dilakukan pembelajaran ulang.
5. Pendekatan Nilai-Nilai Agama
Tidak bisa dipungkiri bahwa agama menjadi dasar bagi orang-orang
dalam bertindak. Ukuran dari sebuah tindakan apakah wajar atau menyimpang
adalah nilai-nilai agama yang dianutnya. Sebuah perilaku dikatakan abnormal
ketika dianggap berlawanan dengan nilai-nilai yang ada dalam agama.
Demikianlah pendekatan-pendekatan untuk melihat abnormalitas.
Pendekatan eklektik biasa digunakan untuk melihat abnormalitas. Pendekatan
tersebut memperhitungkan berbagai aspek baik budaya, statistik, agama, medis,
dan proses belajar. Hal tersebut memberikan peluang adanya dialog,
masukan-masukan, sudut pandang dari berbagai sisi sehingga diharapkan bisa
secara utuh dalam menilai suatu perilaku apakah normal atau abnormal.