”Bisa gambarkan bagaimana diri anda? Apakah anda seorang
yang introvert atau ekstrovert?” Pastilah anda akan merenung sejenak,
setidaknya mencari jawaban tentang bagaimana anda di masa lalu. Dalam tes
wawancara di perusahaan, umumnya pertanyaan-pertanyaan untuk menggali
kepribadian seseorang mengarahkan para calon pelamar untuk mejawab dengan apa
yang telah dialaminya. Diharapkan dengan memahami latar belakang, pengalaman,
masa lalu seseorang maka akan diketahui bagaimana seseorang di masa depan
(motivasi, kinerja dsb). Tidak dipungkiri, masa lalu mampu mempengaruhi masa
depan seseorang.
Dalam kajian psikologi perkembangan dikatakan bahwa
perkembangan masa awal pertumbuhan akan mempengaruhi perkembangan periode
berikutnya. Perlakuan, pola didik, dan berbagai permasalahan masa pertumbuhan
bayi dan kanak-kanak akan berpengaruh terhadap perkembangan seseorang pada masa
dewasa. Bahkan dalam kajian psikologi dinamik yang dikembangkan oleh Freud,
gangguan-gangguan psikologi disebabkan oleh gangguan pada masa kanak-kanak.
Terkesan deterministik, kehidupan masa depan seseorang sudah mati terkungkung
oleh masa lalu. Muncul kemudian, pendapat yang menentang Freud seperti Adler
yang menekankan bagaimana kehidupan seseorang ditentukan oleh skenario masa
depan yang akan dibuat. Pendapat Adler yang awalnya sama-sama pengikut Freud
juga dikuatkan oleh Jung yang lebih optimis dalam memandang manusia walaupun
dia tidak menampik pengaruh masa lalu tetapi dia juga mengiyakan peran masa
depan.
Lepas dari berbagai pendapat para tokoh penggagas
psikologi, kita memahami bagaimana Rasulullah mengatakan bahwa setiap anak pada
dasarnya dilahirkan dalam keadaan fitrah, dan orangtuanyalah yang menjadikan
anak tersebut menjadi majusi, yahudi maupun nasrani. Pada tahapan perkembangan
awal, orangtua berperan dominan dalam menentukan masa depan seseorang. Dalam
perkembangan berikutnya saat akal dan kedewasaan sudah cukup maka dirinya
sendiri yang menentukan yaitu melalui pergaulan, literatur, dan berbagai
interaksi yang dimiliki. Siapa yang bergaul dengan penjual minyak wangi akan
mendapatkan wangi dan siapa yang bergaul dengan pandai besi akan terkena
panasnya api, begitu kata Rasulullah.
Masa lalu bukan berarti masa yang sudah lama sekali,
bukan pula masa kecil. Satu detik yang lalu bisa juga dikatakan masa lalu.
Artinya bukan perkara lamanya waktu tetapi apa yang seseorang temui dalam
setiap periode kehidupan akan berpengaruh dalam periode berikutnya. Anda ingat
saat pulang dari kantor dalam kondisi lelah, pekerjaan yang belum selesai, presentasi
pada bos tidak berhasil, dan anda pulang dalam keadaan penat. Bagaimana
perasaan anda sesampainya di rumah? Rata-rata orang membawa rasa marah dan
perasaan tidak nyaman mereka ke rumah. Apalagi saat pulang jalannya macet,
kepala tambah pening, anak yang lucu juga istri yang berdandan cantik malah
dianggapnya neko-neko. Ya, masa lalu mempengaruhi masa sekarang dan masa depan.
Bayangkan seandainya seorang istri tidak memahami keadaan
suaminya. Bisa dipastikan, pertengkaran yang justru terjadi. Anda bisa tebak,
jika setiap hari hal yang demikian berlangsung, ujung-ujungnya bisa berakhir
perceraian. Anak yang akhirnya terkena dampak terbesar
karena peristiwa tersebut akan membekas dalam hati mereka. Dipahamilah
kemudian, perlu kiranya bijak memahami masa lalu setidaknya latar belakang dari
setiap apa yang orang lakukan. Lebih-lebih dalam penyelesaian sebuah
permasalahan tentunya pemahaman akan masa lalu akan membantu.
Ada masalah yang penyebabnya dari masa lalu tetapi
gejalanya baru muncul dan diketahui ketika sudah usia dewasa dan berkeluarga.
Perlakuan keras terhadap anak yang mengarah pada kekerasan fisik mungkin
terjadi karena masa kecil orangtua yang pernah mendapati perlakuan yang sama.
Secara tidak disadari, apa yang dialami dilakukan pula terhadap anaknya. Dia
sendiri tidak sadar karena sudah tertanam menjadi karakter. Termasuk kekerasan
terhadap pasangan, dilakukan pula di kantor, dan tempat lain bisa juga karena
masa kecil sempat mendapat kekerasan fisik dari orangtua.
Ada orang-orang yang jika diperhatikan sering
sakit-sakitan. Dalam kaca mata awam sepertinya wajar tetapi jika dirunut
kehidupan masa lalunya, saat kecil memang sering sakit. Sakit yang dia alami
pada dasarnya merupakan cara untuk dia mendapatkan perhatian orang lain, dia
tidak menyadari itu. Barangkali ketika kecil sering ditolak dan kurang kasih
sayang.
Dalam kasus yang lain, ada orang yang meninggal karena
sakit yang sama dengan orangtua juga kerabatnya. Kecemasan dan
ketakutan-ketakutan terkenang penyakit yang sama seolah-olah terprogram dalam
dirinya. Tanpa disadari hal itu benar-benar terjadi dalam kehidupan yang dia
lakoni. Sekali lagi, perlu kiranya merunut akar permasalahan dari masa lalu
seseorang terutama terkait emosi-emosi yang terpendam karena emosi-emosi
tersebut berpengaruh terhadap aspek diri yang lain.