Orangtua dan anak seharusnya menjadi satu tim yang kompak.
Orangtua yang membayar biaya sekolah anak dan anak serius belajar agar prestasinya
bagus. Namun demikian, ada banyak realitas ketika orangtua dan anak tidak
kompak. Salah satunya ketika kemauan orangtua tidak selaras dengan minat anak.
Misalnya; orangtua menginginkan anak sekolah di sekolah umum sedangkan anak
menginginkan sekolah yang berbasis agama atau sebaliknya, anak menginginkan
sekolah di sekolah umum sedangkan orangtua menginginkan anak sekolah yang
berbasis agama. Berikut ini sejumlah permasalahan yang muncul ketika anak
terpaksa mengikuti keinginan orangtua yang tidak sesuai dengan minat anak:
1. Sering Membolos
Membolos dalam konteks ini berarti; meninggalkan kelas saat
pelajaran tertentu atau meninggalkan sekolah saat semestinya masuk. Ada banyak
latar belakang siswa membolos memang, salah satunya adalah karena minat yang
kurang dalam belajar. Lebih-lebih karena ada perasaan terpaksa untuk sekolah
yang tidak sesuai minatnya, tentulah hal tersebut menjadi sesuatu yang berat. Untuk
bersiap berangkat sekolah saja akan terasa malas sehinga harus diingatkan atau
diarah-arahkan.
2. Mogok Sekolah
Mogok sekolah bisa saja terjadi bagi mereka yang minatnya sangat
tipis dalam menjalani sekolah yang tidak diinginkan. Siswa tanpa alasan yang
jelas tidak masuk dalam waktu yang lama. Tentulah hal tersebut sangat rugi bagi
siswa sendiri karena ketinggalan banyak pelajaran. Rasa tidak bersemangat akan
semakin besar ketika merasa beban pelajaran yang harus dikejar semakin banyak.
Jika tidak mendapatkan penanganan yang baik, ujung-ujungnya bisa putus sekolah.
3. Gangguan Psikosomatis
Gangguan psikosomatis merupakan gangguan yang gejalanya dirasakan
secara fisik tetapi penyebabnya bersifat psikologis. Ada banyak kasus siswa
mengeluhkan kepala pusing, sakit lambung, gangguan nafas dan jantung lalu
meminta ijin untuk tidak mengikuti pelajaran. Hanya saja, keluhan-keluhan
tersebut hanya terjadi ketika di sekolah. Saat bermain atau di rumah tampak
baik-baik adanya. Ada kasus bahkan saking khawatirnya, sekolah bertindak sigap
segera membawa ke rumah sakit untuk mendapatkan perawatan tetapi tidak
ditemukan penyakitnya. Pemeriksaan medis menunjukkan siswa tersebut baik-baik
adanya. Rupanya siswa tersebut sebenarnya tidak ingin bersekolah di tempatnya
bersekolah. Jadilah ia terpaksa dan psikologisnya tidak kuat sehingga terjadi
gangguan psikosomatis.
4. Melawan Orangtua
Ada anak-anak yang karena tidak kuat lagi menjalani sekolah yang
tidak sesuai minatnya lalu melakukan perlawanan pada orangtua. Ada saja
permintaan yang diinginkan harus dituruti. Jika tidak dipenuhi, ada saja ancaman
yang dilakukan pada orangtua, mulai dari mogok sekolah, berdiam diri di kamar
hingga lari dari rumah. Terkesannya hal tersebut sangat ekstrim. Namun
demikian, kenyataannya sungguh-sungguh ada dan terjadi. Tentulah para orangtua
tidak menginginkan hal yang demikian.
5. Berperilaku Manipulatif
Perilaku manipulatif ini lebih pada menyembunyikan hal yang
sebenarnya. Ketika di depan orangtua tampak patuh dan menurut tetapi di
belakang orangtua ada tindakan-tindakan yang sebaliknya. Tampak jujur di depan
tetapi banyak berbohong ketika di belakang. Hal yang demikian terjadi ketika
orangtua memegang otoritas penuh atas keinginan anak sehingga yang terbangun
adalah rasa takut bukannya rasa segan atau rasa hormat pada orangtua. Di saat
orangtua tidak mengawasi atau otoritasnya sudah lemah, anak mengambil kendali.
Kelima permasalahan tersebut tidak bisa dianggap remeh dan
disepelekan. Para orangtua perlu untuk membuka kran komunikasi dengan anak.
Walaupun orangtua punya keinginan dan berharap agar anaknya sukses serta
tentunya lebih berpengalaman tetapi tidak ada salahnya untuk mengajak anak
bertanya terkait minat mereka. Ada dialog antara orangtua dengan anak sehingga
masing-masing saling memahami yang diharapkan. Hal tersebut untuk
mengantisipasi adanya rasa terpaksa. Ketika anak dilibatkan dalam pemilihan
sekolah, anak secara tidak langsung juga akan diminta bertanggung jawab atas
pilihan mereka. Bagi orangtua yang baru menyadari bahwa selama ini terlalu
memaksakan kehendak pada anak, tidak ada kata terlambat untuk meminta maaf dan
mendengarkan kembali apa yang mereka harapkan serta saling bisa memahami.