Ramadhan adalah bulan dimana umat Islam diwajibkan untuk berpuasa.
Puasa Ramadhan menjadi rukun yang wajib dilaksanakan sebagai seorang muslim. Bulan
puasa sekaligus juga menjadi sarana edukasi untuk mengenalkan ajaran agama pada
anak. Oleh karena itu, orangtua melibatkan anak dalam aktifitas-aktifitas
terkait puasa; sahur, buka, tarawih dan aktifitas lainnya dalam bulan puasa.
Harapannya, anak mengenal puasa sejak dini. Namun demikian, ada saat ketika
para orangtua kesulitan menjelaskan pada anak kecil (dalam hal ini usia 4 tahun
ke atas) terutama saat mendapati ibunya tidak berpuasa. Kalau orang dewasa
pastilah sudah paham kalau wanita punya kekhususan, haid yang membuatnya
meninggalkan puasa dan menggantinya di kemudian hari. Bagaimana menjawab anak
kecil yang bertanya alasan ibunya tidak berpuasa, berikut jawaban dan
konsekuensinya;
1. Bunda Sedang Libur Puasa
“Libur”, kata yang cukup akrab bagi anak usia 4 tahun
ke atas yang umumnya setidaknya sudah masuk PAUD atau Play Group. Ada anak yang sudah puas dengan jawaban tersebut karena
sudah menangkap maksudnya. Ada pula yang masih bertanya, “Jadi Bunda sekolah? Bunda libur? Tidak masuk?” Jika demikian
pertanyaan yang muncul, pastilah orangtua gemas mendengarkanya. Bagaimanapun
tetap jelaskan pada anak bahwa bunda sedang pada masa tidak puasa, libur, dan
mendapat waktu untuk libur. “Ayah kok
tidak libur?”, bisa jadi anak bertanya lagi. Apa kira-kira jawaban para
Bunda mendapati pertanyaan demikian?
2. Bunda Sedang Berhalangan Puasa
“Bunda sedang berhalangan”, itu salah satu jawaban yang umum terdengar
ketika ada orang dewasa bertanya alasan tidak puasa. Ya, tentu kalau orang
dewasa sudah sangat paham. Berhalangan di sini maksudnya, kalau puasa justru
tidak dilarang sehingga tidak perlu berpuasa sebagaimana “berhalangan sholat”.
Karena datang bulan. Bagaimana kalau anak diberikan jawaban demikian saat
beratanya mengapa Bunda tidak berpuasa? “Halangan
apa Bunda?”, tanya anak polos, penasaran, benar-benar tidak tahu. Harus
sabar tentunya. Jangan sampai bilang ke anak, “Ya berhalangan, nanti kalau besar kamu juga akan tahu, kamu masih
kecil”. Jika anak bertanya, tangkap dan pahami itu sebagai ketertarikan
anak. Secara naluriah, anak memiliki curiousity,
ketertarikan yang besar dalam memahami sesuatu. Jadikan kesempatan untuk
menjelaskan bahwa wanita itu spesial dan diberikan “fasilitas” untuk tidak berpuasa tetapi mesti bertanggung jawab
untuk menggantinya.
3. Bunda Sedang Haid
“Bunda sedang haid”, tentu jawaban tersebut merupakan jawaban yang
sangat langka. Terus terang, iya. Tapi apakah anak kecil tahu tentang haid?
Umumnya edukasi tentang haid diberikan ketika anak sudah mendekati baliq, usia
remaja. Di sisi lain, pasti akan muncul pertanyaan baru dan panjang. “Haid itu apa Bunda?”, demikian
pertanyaannya. “Ayah haid tidak?”,
lanjutnya penasaran. Harus sabar sekali buat orangtua ketika mendapati
pertanyaan demikian. Anak usia 4-7 tahun masih pada tahapan operasional konkrit
secara kognitif. Artinya, anak akan kesulitan menangkap konsep yang abstrak.
Penjelasan-penjelasan yang diberikan haruslah sederhana, sesuai dengan yang
pernah ia lihat, dengar, rasakan, pegang, konkrit.
4. Menjawab Dengan Majas (Metafora)
“Adik pernah tahu orang sakit?
Terus diminta istrirahat dengan dokter?”, demikian kira-kira salah satu metaforanya. “Pernah Bunda. Jadi Bunda sedang sakit?”, tanyanya balik. Kalau
dijawab sakit kok tidak benar demikian, kalau dijawab tidak pasti minta
penjelasan lagi. Lagi-lagi tidak mudah memang. Di sinilah orangtua perlu
memahami betul, tujuannya bukanlah membuat anak diam, tidak bertanya lagi.
Bukan itu. Hal yang lebih penting memberikan penjelasan sebenar-benarnya, bukan
berbohong, dan memperhatikan tahap perkembangan kognitif anak. Ingat bahwa
penjelasan yang orangtua berikan akan masuk ke memori anak dan akan menjadi “keyakinan”
bagi anak sampai dewasa.
5. Jadikan Sarana Edukasi
Menghormati Orang yang Sedang Puasa
Memberikan penghormatan pada orang yang berpuasa, pahalanya besar.
Bagaimana caranya? Sekalipun boleh makan dan minum ketika haid, alangkah lebih
baik tidak menunjukkan pada orang yang berpuasa. Jadikan kesempatan saat tidak
berpuasa sebagai sarana edukasi pada anak agar menghormati orang yang puasa. Misalnya
untuk tidak membawa makanan saat main dengan anak yang lebih besar (usia SD
yang sedang “latihan” puasa).
Kebayang bukan, bagaimana ribetnya para Bunda menjelaskan pada
anak mengapa mereka tidak puasa? Selain dari kelima tersebut, tentu ada jawaban
lain. Ada banyak pengalaman para Bunda dalam menjelaskan pada anak. Keribetan
tersebut perlu juga kiranya diketahui oleh para ayah. Dengan demikian, ayah dan
bunda bisa saling melengkapi penjelasan. Setidaknya penjelasannya sama sehingga
anak tidak mengalami kebingungan.